Hidup berkelangsungan seperti suatu petualangan menelusuri siang dan malam. Didalamnya ada pengalaman yang terus-menerus membangun kesadaran untuk sekedar bertahan di alam raya. Alampun memberikan semua yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan secara gratis tanpa menuntut balas jasa atas sesuatu yang telah diberikannya. Alampun tidak bertanggungjawab atas semua resiko dari keinginan itu dan tidak dapat di tuduh sebagai penyebab dari kegagalan petualangan itu. Alam tercipta begitu rumit dan unik, berkolaborasi dengan disiplin untuk menciptakan harmoni kehidupan. Tak ada keluh kesah, tak ada tuduhan dan penyangkalan serta tanpa penyesalan. Bisakah karang pantai menuduh laut sebagai penyebab kerusakannya atau gunung kapur mengeluhkan air dan angin sebagai pelaku atas keruntuhannya. Semua berlangsung dengan kepastian utuh bahwa hidup harus terus berlanjut hingga saatnya tiba mereka akan berkumpul dalam satu kesatuan. Inilah kepribadian alam yang dibangun sebagai budaya kepatuhan dan pengabdian kepada penciptanya. Kepatuhan dalam pengabdian tidak membutuhkan gagasan cemerlang dan daya intelijensia yang super tetapi kesadaran dalam kenyataan hidup.
Manusia menempuh jalan hidupnya di tengah alam dan menerima semua manfaat yang diberikan alam. Akal dan budi manusia adalah maha karya sang pencipta merupakan bentuk kesejajaran gagasan untuk menjaga, merawat dan melindungi hasil ciptaan lain. Akal dan budi diciptakan dalam sebuah perjanjian dan hak istimewa pengelolaan untuk merawat dan menikmati hasil ciptaan lainnya. Namun terkadang akal dan budi tak dapat satu perahu mengarungi lautan kehidupan. Jika demikian, pada gelombang pertamapun sudah terjadi jarak antara akal dan budi, apalah yang terjadi pada deburan ombak selanjutnya ?. Kenyataannya memang demikian, segolongan orang hidup dengan kemilau akalnya dan tanpa sadar mengangkangi budi pekerti untuk mencapai pulau-pulau pengetahuan di tengah samudera. Golongan lain beranggapan budi pekerti adalah keagungan dan kesejatian telah diraih walau tanpa landasan akal sehat. Pemuka dan para guru setiap kelompok akan mengajarkan kepada murid-muridnya pengulangan atas apa yang pernah terjadi sebagai bekal untuk bertahan hidup di masa depan. Membentuk sebuah tradisi dan menyebutnya kebijaksanaan sementara yang lainnya mengelompokkan dirinya sebagai bentu kecerdasan dan kebajikan. Persaingan ini terus berlanjut dari waktu ke waktu hingga terbangun suatu budaya abnormal.
Manusia datang dan pergi hanyalah suatu pengalaman hidup bersama dan tradisi perpisahan. Pengabdian hanya terpusat kepada upaya untuk dapat tetap bertahan hidup dan penentuan harga kehidupan itu. Seperti satu perahu yang sarat penumpang dan harta bendanya bertolak ke tengah samudera, para penumpang yang ada di perahu tak pernah tahu tujuan perahu itu bahkan pulau tempat berlabuh pun diketahuinya. Sejarah telah menuliskan banyak cerita tentang perahu budaya abnormal yang karam di telan keperkasaan alam.
0 Komentar